![]() |
Batang Kuis, Faktainews.com | Harapan yang tertahan selama lebih dari dua dekade akhirnya mewujud nyata. Warga Desa Sugiharjo, Kecamatan Batang Kuis, kini bisa tersenyum lega setelah dua program besar yang selama ini hanya sebatas wacana, akhirnya terealisasi: pembangunan sodetan baru dan normalisasi Sungai Buncong.
Selama 22 tahun, masyarakat Sugiharjo terus menyuarakan kebutuhan akan sodetan sebagai solusi utama dalam menangani banjir yang kerap melanda wilayah mereka. Setiap musim hujan, pemukiman dan lahan pertanian menjadi langganan genangan. Namun baru setelah musyawarah intensif yang digelar pasca banjir besar beberapa waktu lalu, jalan terang itu terbuka.
Dalam pertemuan yang melibatkan Pemerintah Desa Sugiharjo, unsur Muspika, dan pihak pemilik lahan yakni Poskopad/ Poskopkar akhirnya disepakati pembangunan sodetan sepanjang 1.500 meter yang melintasi lahan Poskopkar di perbatasan desa.
![]() |
"Alhamdulillah, setelah musyawarah di lokasi banjir, pihak Poskopkar menyetujui pembuatan sodetan baru. Ini menjadi pemecah air kiriman dari hulu, sehingga banjir tak lagi melumpuhkan desa kami,” ungkap seorang tokoh masyarakat Sugiharjo.
Sodetan ini tidak hanya berfungsi sebagai jalur pembuangan air, tetapi juga sebagai sistem pengurai atau pemecah aliran besar dari desa-desa di hulu. Kini air mengalir lebih cepat menuju muara, dan wilayah Sugiharjo pun terbebas dari genangan panjang seperti sebelumnya.
Tak berhenti di situ, Pemdes Sugiharjo juga merealisasikan normalisasi Sungai Buncong yang terletak di Dusun IV Jalan Wilhan, berbatasan dengan wilayah Percut seituan. Sungai ini selama lebih dari 15 tahun tak pernah disentuh penanganan karena lebatnya pepohonan keras dan semak belukar yang menutupi badan sungai.
"Normalisasi ini benar-benar berdampak besar. Tanggul diperkuat, air mengalir lancar, dan banjir yang dulu sering datang kini jauh berkurang,” ujar warga setempat.
Pekerjaan normalisasi bahkan diperluas hingga ke perbatasan Desa Setuan, sepanjang sekitar 200 meter, sampai perbatasan daerah Situan, pintu Klep seituan, Bagan memastikan aliran air benar-benar bebas hambatan.
![]() |
Yang lebih menginspirasi, semangat gotong royong warga Sugiharjo tidak mengenal batas administratif. Mereka bersama Muspika dan pihak Poskopkar turut serta membersihkan saluran air di wilayah desa tetangga seperti Desa Setuan, Ratau Panjang, hingga Bagan wilayah yang secara administratif bukan bagian dari Sugiharjo.
Kesadaran bahwa air dari desa-desa di hulu akan bermuara ke Sugiharjo, mendorong warga untuk bertindak cepat dan proaktif. Salah satu titik kritis yang berhasil mereka tangani adalah Pintu Kelepas Gunal di Desa Setuan, tempat tumpukan sampah dan sedimen kerap menyumbat jalur air utama.
"Kami sadar itu bukan wilayah kami. Tapi kalau air tersumbat di sana, desa kami yang kebanjiran. Maka kami bergotong royong juga di sana,” tutur seorang warga saat ditemui.
Hasil dari kerja kolektif itu kini nyata terasa. Jika sebelumnya air banjir bisa menggenang hingga 7 hari, kini cukup 2 hingga 3 hari saja untuk kembali surut. Perubahan yang luar biasa ini disambut syukur oleh masyarakat, terutama para petani yang selama ini paling terdampak.
"Alhamdulillah, air cepat surut sekarang. Kami sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu,” tambah warga lainnya.
Pemerintah Desa Sugiharjo menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada pihak Poskopad/ Poskopkar yang telah memberikan izin pembangunan sodetan di lahannya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Muspika, tokoh masyarakat, dan seluruh warga yang terus menjaga semangat gotong royong.
"Ini bukan hanya soal pembangunan fisik, tapi soal komitmen bersama. Bukti bahwa jika masyarakat dan pemerintah saling bergandeng tangan, tidak ada masalah yang tak bisa diselesaikan,” kata perwakilan pemerintah desa.
Sugiharjo kini melangkah lebih yakin, bebas dari ancaman banjir yang selama puluhan tahun menghantui. Sebuah babak baru dimulai, berkat kebersamaan, kerja keras, dan kepedulian lintas batas.
(Faktainews.com)